Langsung ke konten utama

LUSANDRA Trenggalek




TEATER TRADISIONAL KABUPATEN TRENGGALEK
“KESENIAN LUSANDRA”

  1. SEJARAH PERKEMBANGAN
Trenggalek adalah kota yang terletak di bagian pesisir selatan dengan batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Ponorogo, sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Tulungagung, sebelah selatan berbatasan dengan pantai selatan, dan sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Pacitan.
Dengan kurang lebih 700.000 jiwa penduduknya, sebagian besar mata pencahariannya adalah sebaagai petani dan nelayan, maka tak dapat dipungkiri bahwa hal ini mempengaruhi banyaknya berbagai kesenian yang lahir bersumber dari kebutuhan spiritual hingga keperluan hiburan.
Trenggalek memiliki kesenian yang cukup beragam, yaitu:
ü  Bidang seni suara:
o   Macapat (biasanya kegiatan ini dilakukan oleh para sesepuh pada malam hari saat kelahiran bayi sebagai penolak bala semalam suntuk secara bergantian oleh sesepuh satu ke sesepuh yang lain. Hal ini terus dilakukan hingga bayi menginjak usia 7 malam.)
o   Panembromo (biasanya dilakukan oleh pesinden atau waranggana secara koor atau bersama-sama mendendangkan lagu-lagu jawa. Dan sering ditampilkan di atas panggung sebagai hiburan pada hari-hari besar.)
o   Slawatan (sholawatan, biasa dipertunjukkan saat hajatan sunatan)



ü  Bidang seni tari:
o   Tari beksan langen tayub
o   Tari Turangga Yaksa
o   Tari jaranan pegon
o   Tari jaranan brung
o   Tari jaranan senterewe
o   Tari Teleng Kencana
o   Tari Tiban
ü  Bidang seni musik
o   Kothekan Lesung (membunyikan alat penumbuk padi yang terbuat dari kayu pada musim panen oleh para ibu-ibu)
o   Terbang jedhor (seperti hadrah dengan tambahan alat musik berupa jedhor atau bedug yang besar)
o   Klathan (memainkan gamelan sengganen)

ü  Bidang kesenian teater:
o   Kentrung atau Jemblung
o   Sinongkelan
o   Wayang Wong
o   Ande-ande lumut
o   Ludruk
o   Gambus misri
o   Lusandra

Maka dalam kesempatan kali ini, penulis mencoba untuk membeberkan hasil penelitian dari salah satu kesenian tersebut. Kami mengambil golongan teater tradisional, dan pilihan jatuh pada kesenian Lusandra.
Kesenian Lusandra menurut kami ada keunikan tersendiri, bagaimana sebuah tontonan menjadi sebuah tuntunan memang ditanamkan pada kesenian ini. Uniknya lagi, Lusandra adalah hasil akulturasi dari berbagai aliran kesenian dan menghasilkan gaya baru dalam berkesenian, khususnya bidang drama.
Sebelum lusandra berdiri, ada sebuah kesenian wayang orang yang menjadi trend di masa itu. Wayang orang berjaya dari tahun 1954 hingga 1963. Waktu itu, pementasan wayng orang sama sekali tidak memakai pengeras suara karena belum ada, dan pentasnya tidak berada dia atas panggung seperti sekarang ini, melainkan di atas tanah hampir bercampur dengan pemusik, penonton duduk dengan tertib mengitari arena pentas. Namun seiring berjalannya waktu, kesenian wayang orang semakin surut dan hilang.
Pada tahun 1966 hingga tahun 1970 kesenian teater tradisional didominasi oleh  “ande-ande lumut”. Dinamakan ande-ande lumut karena setiap pentas, lakon yang dibawakannya selalu lakon ande-ande lumut itu sendiri  dan pengemasannya sebagian masih seperti wayang orang, terdapat kiprah atau joget. Yang membedakan dengan wayang orang adalah lakon yang dibawakan mengalami pergeseran tidak seperti wayang orang yang selalu menceritakan ramayana atau mahabarata, namun ande-ande lumut mengangkat tentang cerita panji yang memang sudah dikenal di masyarakat. Properti yang digunakanpun sudah tergolong maju, misal dalam penggambaran tokoh bangau tontong maka dibuatkan sayap dari anyaman bambu atau gedhek juga paruh yang dibuat proporsional sehingga perwujudan dari tokoh burung ini begitu besar, mengajak penonton untuk berimajinasi dan hanyut dalam cerita.
Pementasan Ande-ande lumut saat itu masih menggunakan penerangan yang sederhana karena belum ada pasokan listrik. Mereka menggunakan lampu petromaks yang menggunakan bahan bakar minyak tanah. Pengeras suara masih menggunakan corong, bukan sound system/salon seperti sekarang ini. Musik yang digunakan untuk mengiringi adalah sejenis gamelan berbahan dasar besi yang masih sangat sederhana disebut gamelan “sengganen”.  Bentuk “Gong” pada gamelan sengganen sangat unik karena berbentuk lempengan besi persegi yang di keempat sisinya terdapat lubang untuk tempat nyencang/mengkaitkan lempengan pada sebuah kotak kayu. Di posisi tengah bawah lempengan terdapat sebuah jon (yakni wadah air terbuat dari tanah liat, seperti timba), fungsi dari jon ini adalah menimbulkan efek resonansi sehingga menghasilkan vibrasi dan gaung ketika lempeng besi sengganen dipukul.
Tak ubahnya seperti wayang orang, kesenian ande-ande lumut juga mengalami degradasi. Kesenian yang berkembang berikutnya adalah ludruk, dari tahun 1972 hingga 1978, mengangkat cerita lakon-lakon ludruk pada umumnya. Set panggung sudah menggunakan kelir (background) yang digulung pada sepotong bambu yang digantung pada gridiron. Kesenian ludruk ini bernama “fajar bakti”. Fajar bakti tidak terlalu bertahan terlalu lama, akhirnya ikut punah dimakan jaman.
Kemudian muncul di Wonoanti sebuah perkumpulan karang taruna yang bernama Kridha Remaja,  mengadakan kesenian, seringkali di pertunjukkan dalam rangka bersih desa, peringatan hari besar, dan lain-lain. Isi pertunjukan masih belum jelas, dibilang ludruk tapi ada unsur drama, dibilang drama tapi kok memuat tradisional, terkadang juga seperti sebuah sandiwara. Inilah embrio yang selanjutnya menjadi kesenian baru di desa Wonoanti. Kesenian ini terus berlanjut dan berkembang, hingga beberapa tahun, kesenian ini belum mempunyai nama dari awal muncul pada tahun 1980, akhirnya diadakan perundingan. Atas usulan salah satu anggota, Budi Mukaryanto memberi nama kesenian ini LUSANDRA karena pertimbangan dari isi pertunjukan adalah asimilasi dari LUdruk, SANdiwara, DRAma. Maka tanggal 1 September 1983, adalah tanggal dimana kesenian ini sah bernama LUSANDRA. Cerita yang dibawakan pun beragam, mulai dari cerita penjajahan hingga cerita rakyat tradisional. Yang menjadi ciri khas kesenian ini adalah selalu disisipkan info penerangan atau penyuluhan tentang suatu hal, juga cerita yang dipentaskan selalu happy ending, tokoh baik harus selalu menang. Karena ciri khas inilah, kesenian lusandra sering dikontrak pentas oleh beberapa dinas, berkeliling ke berbagai kecamatan, diantaranya kecamatan Dongko, Pule, Suruh, KamPak, Gandusari, Pogalan dan Kecamatan lain selain juga  beberapa kali pentas di alon-alon kabupaten guna memberikan penerangan kepada masyarakat melalui media kesenian lusandra.
Semakin lama kesenian ini mengalami penurunan intensitas gerak karena faktor para pemain yang sibuk dengan pekerjaannya atau pindah tempat di luar daerah  sehingga mengakibatkan Lusandra saat ini mengalami kevakuman.

  1. TOKOH YANG TERKAIT

Alm. Mbah Sarun Martowiryono
Adalah seorang sesepuh Lusandra. Lahir sekitar tahun 1905 dan meninggal  di tahun 1995 dengan usia 90 tahun. Seorang budayawan juga dan terkenal di daerah beliau. Mbah Sarun Martowiryono pernah berkecimpung di dunia wayang orang juga kesenian ande-ande lumut. Di awal berdirinya Lusandra, mbah Sarun Martowiryono memberikan dasar ilmu bagi pemain yang akan mementaskan kesenian ini. Sebut saja dalam hal bahasa, maka yang diajarkan adalah unggah-ungguh  atau adab berbicara kepada tokoh lain yang berbeda derajat. Raja memang berkuasa, tetapi tidak serta merta jika ada kepentingan dengan prajurit, ia berkata langsung kepada prajurit itu, melainkankan harus berbicara kepada patihnya dahulu. Seperti,
Raja : hai patih, sampaikan pada prajurit, kita akan memulai peperangan,,
Patih: sendika dhawuh gusti, akan segera kusampaikan.
Lalu patih ganti berbicara kepada prajurit
Patih: hai prajurit semua, kalian sudah mendengarkan apa yang sudah menjadi perintah raja? Maka sekarang ayo kita persiapkan senjata dan berangkat menuju medan laga..!! 
Begitu pula sebaliknya jika ada prajurit yang ingin mengabarkan tentang perang, ia tidak boleh langsung menemui raja, melainkan harus melalui patihnya.
Rumah joglo mbah Sarun Martowiryono memiliki ruang luas di dalamnya, biasanya digunakan untuk latihan bersama kesenian Lusandra oleh pemuda karang taruna. Selain menyediakan tempat yang cukup luas, fasilitas pengrawit atau pemusikpun cukup lengkap, terutama gamelan sengganen.
Bisa dikatakan mbah Sarun Martowiryono adalah donatur dari kesenian ini, bagaimana tidak? Setiap latihan bersama, pasti akan disuguhi konsumsi, rokok kretek, serta kebutuhan lainnya guna menunjang kemajuan kesenian Lusandra. Mbah Sarun Martowiryono selaku pemerhati kesenian tradisi dan budaya, tetap melakukan hal yang konsisten, juga merasa senang jika rumahnya disambangi pemuda karang taruna untuk sekedar latihan. Maka dapat dikatakan, bahwa mbah Sarun Martowiryono adalah salah seorang diantara pendiri Lusandra. Kesenian tradisional Lusandra ini baru membentuk kepengurusan secara resmi pada tanggal 1 September 1983 yang saat itu diketuai oleh Bapak Suwatno.
Ada beberapa sejawat dari mbah Sarun Martowiryono yang menjadi sesepuh dan ikut mengembangkan kesenian ini, mereka adalah mbah Wakiyat, mbah Supardi, dan mbah Musno.

Masa kepemimpinan Suwatno ( 1 September 1983 – 31 Juli 1992 )
Setelah Lusandra berdiri, gaungnya semaki merambah ke berbagai daerah karena mendapat antusias masyarakat, oleh karena itu unutk memperkuat organisasi ini, maka pada tahun 1986, Pak Suwatno mendaftarkan kesenian ini ke pihak terkait dalam hal ini kepada DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KANTOR WILAYAH PROPINSI JAWA TIMUR untuk mendapatkan legalitas. Usaha yang dilakukan Pak Suwatno membuahkan hasil, dengan diberikannya nomor induk kesenian  bernomor: 3320 / Org / D-4 / Bidkes / JT / 1986, berlaku sejak tanggal 19 Oktober 1986.
Setelah memiliki nomor induk kesenian tersebut, Lusandra bebas mengadakan pertunjukan di luar kecamatan Gamdusari karena syarat lulus surat perijinan di kepolisian adalah nomor tersebut. Seiring berjalannya waktu, kesenian lusandra sering dikontrak pentas oleh beberapa dinas atau instansi pemerintah, berkeliling ke berbagai kecamatan, diantaranya kecamatan Dongko, Pule, Suruh, KamPak, Gandusari, Pogalan dan beberapa kali pentas di alon-alon kabupaten guna memberikan penerangan kepada masyarakat melalui media kesenian lusandra.
Namun, bentuk pertunjukan kesenian Lusandra ini masih sederhana. Kostum pertunjukan yang dikenakan para pemain masih disiapkan secara individu dan seadanya. Saat itu belum begitu banyak menggunakan properti / dekorasi dan juga belum memperhatikan ekspresi meliputi mimik, gestur tubuh, blocking panggung serta intonasi yang monoton dalam berdialog.

Masa kepemimpinan Budi Mukaryanto ( 31 Juli 1992 – sekarang )
Pada masa kepemimpinan Budi Mukaryanto, Lusandra telah menggunakan banyak property disamping juga ekspresi dan blocking panggung sudah mulai dicermati sehingga pertunjukan menjadi lebih hidup. Dimasa ini sudah menggunakan peralatan yang lebih canggih antara lain penataan lampu dan sound sistem. Pak Budi mendapat berbagai ilmu tentang pementasan drama dari semasa kuliah di Jember. Waktu itu beliau sebagai anggota teater aktif dan kebetulan kampus Jember mendapat jatah untuk tampil di TVRI Surabaya, stasiun televisi pertama dan satu-satunya waktu itu.
Teater yang disuguhkan adalah berbasic tradisional, karena itu Universitas Jember menghadirkan pelatih dari paguyuban kethoprak Siswo Budhoyo, yaitu Bapak Siswondo HS. dari Tulungagung. Di sinilah Pak Budi mendapat berbagai ilmu tentang pemanggungan, khususnya teater tradisional. Ilmu yang didapat antara lain:
·  Teknik vokal, meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan olah suara. Teknik vokal itu mencangkup intonasi, dan dialektika khas Trenggalek.

·  Teknik ekpresi dan penguatan karakter. Pak Siswondo mengajarkan beberapa hal, diantaranya: cara berjalan yang benar, penyampaian teori bagaimana cara mengolah wajah agar ekspresi dapat tertangkap oleh penonton, bloking panggung atau pindah posisi dengan memutar badan maka harus memperhatikan keberadaan penonton, istilahnya jangan pernah memberikan bokong pada penonton. Namun ada pengecualian, aktor boleh membelakangi penonton jika berada adegan duka.

·  Levelitas, berkenaan dengan derajat tokoh jika ada tamu yang masuk. Misalnya ketika patih ingin menghadap raja, maka ia berjalan biasa dan ketika dekat dengan raja, maka ia merundukkan badan sambil hormat. Berbeda dengan prajurit ktika masuk keraton berhadapan dengan raja, prajurit harus berjalan merangkak mulai dari luar panggung hingga sampai di depan raja.
Teknik-teknik itulah yang dibawa Pak Budi pulang ke kampung halaman yang seaanjutnya akan ditularkan kepada kesenian Lusandra.
Ada juga ilmu yang diperoleh tentang artistik, tentang permainan lampu untuk memperkuat situasi adegan. Adalagi permainan efek, yaitu pemunculan asap dengan menggunakan bubuk mercon yang disulut dengan kabel. Hal ini menambah kesan spektakuler pada pertunjukan Lusandra.
Pernah juga pada era ini, Lusandra diundang untuk  pentas di halaman walikota Surabaya dalam rangka pentas budaya Jawa Timur hingga dua kali, salah satu naskahnya adalah bawang merah-bawang putih yang dibawakan pada tahun 1992 , dan sinopsisnya terlampir pada halaman berikutnya.
  1. BENTUK PERTUNJUKAN
Bentuk pertunjukan ini memiliki struktur yang hampir sama dengan kesenian sebelumnya. Untuk lebih lengkapnya simak struktur pementasan kesenian lusandra berikut ini :

  1. Pra pertujukan
Sebelum pementasan ada beberapa hal yang pasti dilakukan, diantaranya:
Ø  Latihan:
o   Sutradara memberikan penuangan cerita dan arahan kepada aktor tentang lakon pertunjukan, dan langsung menunjuk pemeran tokoh. Setelah menunjuk tokoh, maka sutradara membriefing satu persatu pemain dengan hal-hal apa yang harus dilakukan, setelah itu, aktor disuruh untuk mencari sendiri kata-kata yang tepat dan barulah dipersatukan dalam pemeranan bersama-sama nantinya.
o   Sutradara memberikan arahan kepada pemusik atau pengrawit tentang adegan-adegan yang akan terjadi pada pementasan, maka dari itu pemusik diharapkan untuk urun-rembug memilih gendhing apa yang selaras diPakai untuk mengiringi setiap adegan.
Ø  Penyusunan sketsa kostum dan tata rias sesuai dengan peran dalam cerita tersebut.
Ø  Pembuatan properti sesuai kebutuhan. Dalam pembuatan properti ini, dibutuhkan orang yang memang benar-benar ahli pada bidangnya.
Ø  Gladi resik: pada tahap ini, semua kostum, properti, sudah dikenakan oleh aktor, setelah itu penggabungan dengan iringan dari pemusik.
Ø  Rias pada hari H : yang unik dari sesi rias ini adalah, bahwa yang dirias oleh perias hanya tokoh utamanya saja, sedang tokoh lain yang sekedar pembantu atau sebagai pelengkap, merias diri mereka sendiri. Dulunya masih menggunakan angus atau hasil pembakaran lampu tempel yang menghitam karena asap yang mengepul. Angus ini digunakan untuk bahan kosmetik setelah dicampurkan dengan minyak kelapa. Sedangkan untuk warna merah, dulu sering digunakan meni (pemberi warna merah plitur) yang dicampurkan dengan minyak kelapa juga. Namun seiring kemajuan jaman, hadirlah produk kosmetik baru sehingga menggeser pemakaian angus dan meni.
Ø  Ritual:
o   Dahulu: sebelum pementasan berlangsung, semua yang terlibat dengan pementasan ini berkumpul untuk menghajatkan pementasan ini agar berjalan sukses dengan sesaji lodho. Setelah dihajatkan, lodho ini tidak boleh dimakan selama pementasan berlangsung.
o   Sekarang: pemain cukup berkumpul, bergandengan tangan dan berdoa bersama, tidak memakai lodho lagi sebagai media. Ritual dengan media lodho dianggap terlalu memakan waktu.

  1. Permainan gamelan
Sebelum pementasan lakon Lusandra dimulai, gamelan sudah dibunyikan, berupa gendhing-gendhing soran (gendhing-gendhing yang biasa dibunyikan pada waktu sore-“sorean” sebelum acara dimulai). Gamelan ini dimainkan untuk menarik penonton juga sebagai tanda bahwa pementasan akan segera dimulai.


Gamelan-gamelan yang dibunyikan terdiri dari:
ü  Kendhang
o   Kendhang ciblon
o   Kendhang bhem
o   Kendhang tipung
ü  Saron
ü  Demung
ü  Peking
ü  Slenthem
ü  Bonang
o   Bonang babon
o   Bonang penerus
ü  Gong
o   Kempul
o   Suwuk
o   Gong gedhe
ü  Siter
ü  Gender
ü  Gambang
ü  Kethuk Kenong

Gendhing yamng dimainkan tidak menentu, namun sering memainkan ladrang SOBAH sl.pt.6. berikut notasinya:

.  3  .  1  .  3  .  2  .  3  .  1  .  3  .  2 
.  3  .  1  .  3  .  2  .  6  .  5  .  1  .  6
.  1  .  6  .  1  .  6  .  3  .  6  .  3  .  5
.  3  .  2  .  5  .  3  .  1  .  2  .  3  .  2


  1. Pengenalan tokoh.
Setelah permainan gamelan, narator membacakan sinopsis serta membacakan siapa dan memerankan tokoh apa. Pembaca tersebut berada di belakang panggung, dengan keadaan kelir  masih tertutup. Dalam sesi pengenalan tokoh ini, diiringi gendhing ayak-ayak yang kemudian di sirep (suara dipelankan)
Berikut gendhing ayak-ayak sl.pt.6
.  3  .  2  .  3  .  5  .  1  .  6  .  5  .  6  .  5  .  3  .  5  .  6  .  3  .  5   .  3  .  2
.  5  .  6  .  5  .  3  .  5  .  6  .  5  .  3  .  2  .  1  .  2  .  6  .  2  .  1  .  2   .  3
.  5  .  6  .  5  .  3  .  2  .  1  .  3  .  2  .  6  .  5  .  3  .  5 
.  3  .  2  .  3  .  5  .  3  .  2  .  3  .  5  .  2  .  3  .  5  .  3  .  5  .  2   .  3  .  5




  1.  Adegan-adegan
·         Adegan jejeran (pra-konflik) :
Sebuah sesi dimana tokoh dijadikan satu tempat, lalu disitulah dibentuk benih konflik. Dalam naskah bawang merah-bawang putih, adegan jejeran terletak pada naskah ketika ayah bawang putih menikah dengan janda ibu dari bawang merah. Kemudian ayah pergi dan mulailah bawang putih disia-sia.
·         Adegan konflik:
Dicontohkan ketika bawang putih menghanyutkan Pakaian di sungai lalu ibunya menyuruhnya unutk mencari hingga ketemu.

·         Adegan pengembangan:
Adegan ini berisi cerita upaya-upaya apa yang dilakukan pelaku konflik untuk mencari solusi dari masalahnya, dalam naskah diceritakan bawang putih bertanya kepada paman-paman yang menyiram kuda, yang memandikan kerbau, dan kakek-kakek.
Dan biasanya di adegan pengembangan ini diselipkan humor, dalam naskah letak humor saat paman-paman sedang menunggu adegan bawang putih bertanya kepadanya.

·         Adegan klimaks
Ketika bawang putih bertemu kakek, dan diberi emas. Setelah dibawa pulang, malah membuat iri bawang merah, ia mengikuti langkah yang dilakukan bawang putih dengan harapan juga memperoleh emas, namun yang terjadi justru bawang merah mendapat isi ular, kalaengking, bukan emas seperti yang ia harapkan.

  1. Sesanti
Akhir dari pementasan lusandra pasti diakhiri dengan sesanti atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan semboyan. Bunyi sesantinya adalah “surodiro jayaningrat, lebur dening pangastuti”, yang kurang lebih artinya segala perbuatan yang jelek pasti akan lebur atau dikalahkan oleh perbuatan yang baik dan luhur.
  1. Pasca-pertunjukan
·         Kembul-bujana
Kembul bujana adalah makan-makan setelah pementasan selesai. Seperti yang disinggung di atas, bahwa dahulu sebelum pementasan ada acara ritual dengan menggunakan lodho untuk sarana berdoa dan tidak boleh dimakan selama pementasan berlangsung, nah setelah pementasan inilah baru lodho tersebut boleh dimakan.

·         Evaluasi
Evaluasi tentang pertunjukan biasa berlangsung selama acara kembul bujana, jadi sifat evaluasinya santai, dan yang memberi evaluasi adalah teman-temannya sendiri. Hingga puncaknya evaluasi oleh sutradara pada hari berikutnya ketika ada latihan lagi di sanggar (rumah mbah Sarun Martowiryono).






  1. FUNGSI KESENIAN
Kesenian ini dibentuk dengan tujuan :
ü  Melestarikan kesenian teater tradisional daerah setempat
ü  Wadah kegiatan dan kreasi generasi muda
ü  Sebagai hiburan bagi masyarakat luas. Masyarakat sangat antusias dengan kesenian ini, terbukti saat peringatan hari kemerdekaan selalu disediakan panggung khusus untuk penampilan lusandra, bahkan sebagian masyarakat yang ingin menonton sudah menggelar tikar di depan panggung beberapa jam sebelum pementasan.
ü  Sebagai tontonan yang memberi tuntunan
ü  Sebagai media penerangan atau sosialisasi


  1. MAKNA
Ø  Dialog : percakapan antar tokoh menentukan latar suasana, dengan memancing emosi satu dengan yang lain. Kepiawaian mengolah kata-kata sangat diperlukan, semisal masalah kecil dapat menjadi sebuah perkara yang besar dan pelik.
Ø  Lirik lagu : isi lagu yang dibawakan harus sesuai dengan suasana yang sedang terjadi saat itu. Ada adegan khusus dimana dialog tokoh digantikan oleh tetembangan. Misal ketika bawang putih mencari Pakaian yang hilang an bertanya kepada orang lain.
Pertama ia bertanya kepada paman yang memadikan kuda,
man paman, sing ngguyang jaran.. niki wau napa wonten popok beruk keli? Popoke limaran ngge sulaman, beruke cengkir gadhing kir ukiran...”
Artinya: paman-paman, yang sedang memandikan kuda, ini tadi apa ada popok(kain bayi) gayung tempurung kelapa yang hanyut? popoknya itu sehelai kain yang disulam, dan gayungnya dari kelapa gadhing yang diukir.
Namun paman yang memandikan kuda itu tidak tahu soal barang yang hanyut, akhirnya bawang putih disuruh untuk bertanya kepada paman yang memandikan kerbau.
man paman, sing ngguyang kebo.. niki wau napa wonten popok beruk keli? Popoke limaran ngge sulaman, beruke cengkir gadhing kir ukiran...”
Artinya: paman-paman, yang sedang memandikan kerbau, ini tadi apa ada popok(kain bayi) gayung tempurung kelapa yang hanyut? popoknya itu sehelai kain yang disulam, dan gayungnya dari kelapa gadhing yang diukir.
Namun paman yang memandikan kerbau itu tidak tahu soal barang yang hanyut, akhirnya bawang putih disuruh untuk bertanya kepada nenek-nenek yang mencuci beras.
ni nini, sing mususi.. niki wau napa wonten popok beruk keli? Popoke limaran ngge sulaman, beruke cengkir gadhing kir ukiran...”
Artinya: nek nenek, yang sedang mencuci beras, ini tadi apa ada popok(kain bayi) gayung tempurung kelapa yang hanyut? popoknya itu sehelai kain yang disulam, dan gayungnya dari kelapa gadhing yang diukir.
Namun berbeda dengan paman-paman sebelumnya yang tidak tahu menahu soal barang yang hanyut, nenek itu menyimpan barang yang dimaksud oleh bawang putih. Selain mengembalikan barang yang hanyut, nenek itu juga memberikan oleh-oleh berupa kendhil yang berisi perhiasan karena usahanya yang gigih.
Intinya, orang harus berguru kepada orang yang lebih tahu dengan ikhtiar, dengan bekerja sungguh-sungguh, semaksimal demi mencapai apa yang kita cita-citakan dan masa depan yang lebih baik. Dengan ketekunan, kesabaran, keikhlasan yang luar biasa, maka diperolehlah hasil yang tidak bisa dikira. Tiga tokoh yang ditanya adalah cerminan sekolah wajib 12 tahun
musik : musik yang digunakan untuk mengiringi pertunjukan lusandra adalah gendhing. Gendhing ini diPakai  untuk menunjang adegan dengan suasana yang dibentuk oleh dialog. Misalnya untuk adegan sedih, maka gendhing yang dipakai adalah srepeg tlutur slendro pathet 9. Jika gendhing ini dimainkan, maka akan menimbulkan perasaan sedih pada diri pemain bahkan merambat ke penonton dengan irama yang mendayu-dayu.

LAMPIRAN I
SKRIP PERTUNJUKAN


LAMPIRAN II

Ketawang LANGEN – GITA Sl. Pt. 9
2    .    1    .     2  1 2 2 1 1   .   6   .   5
2    .    1    .    6   .   3   .   2   .   6   .   5
.    .   5  .  6 1 6 5 1 2 1 6 5 3 1 2
6 6   .    .   6 1 6 5 1 2 1 6 5 3 1 2
1 1   .    .   3 5 3 2   .   6 2 1 6 5 3 5
Ketawang langen- gita sl.pt.9 biasanya digunakan untuk mengiringi adegan kraton atau kadipaten dengan suasana gembira.


Lancaran MANYAR SEWU sl. Pt. 6
1   .   6   .   1   .   6   .   5   .   3
5   .  3   .   5   .   3   .   5   .   3   .   6   .   5
6   .   5   .   6   .   5   .   6   .   5   .   3   .   2
3   .   2   .   3   .   2   .   3   .   2   .   1   .   6
  1   .   6   .   1   .   6   .   1   .   6   .   6   .   3
Lancaran manyar sewu sl.pt.6 digunakan untuk mengiringi adegan perang karena irama dalam gendhing ini membangkitkan semangat.



Srepeg TLUTUR sl. Pt 9
6 5 6 5 1 6 5 6 5 3 2 3
2 1 2 1 6 5 3 5 2 3 2 1
3 5 6 5 3 2 1 2 3 5 6 5
3 5 6 5 3 2 1 2 3 5 6 5
Srepeg tlutur sl.pt.9 digunakan untuk adegan belasungkawa atau sedih. Musik ini bermuatan suasana tragedi, hingga dapat membuat pemain hingga penonton yang mendengarnya dapat terbawa masuk ke dalam suasana sedih.



Ladrang ASMARADANA sl  .   Pt  .   Manyura
  .  3  .  2  .  3  .  2 3 1 3 2  .  126
2 1 2 6 2 1 2 3 5 3 2 1 3 2 3 1
6 3 2 1 3 2 1 6 5 3 2 1 3 2 2 1 6
  .  2  .  1  .  2  .  6 2 1 6 1 2 3
6 1 3 2 6 3 2 2 1 3 5 3 2 5 3 2 1
3 6 3 2 5 3 2 1 3 5 3 2 3 1 2 6
5 3 5 3 6 5 2 1 3 5 3 2 3 1 2 6
Ladrang asmaradana sl.pt.manyura seperti musik romantis jika di era sekarang. Seringkali, gendhing ini digunakan untuk mengiringi adegan percintaan atau romantis.
Srepeg sl  .   Pt  .   Manyura
3  .  2  .  3  .  2  .  5  .  3  .  5  .  2  .  1  .  2  .  1
2  .  1  .  2  .  1  .  3  .  2  .  3  .  2  .  5  .  6  .  1  .  6
1  .  6  .  1  .  6  .  5  .  3  .  5  .  3  .  6  .  5  .  3  .  2
Srepeg sl.pt.manyura juga berirama cepat, membangkitkan semangat. Seringkali digunakan untuk mengiringi adegan budhalan atau pemberangkatan prajurit berperang.

LAMPIRAN III
Lusandra berdiri pada tanggal 1 September 1983disahkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kantor Wilayah Propinsi Jawa Timur 



Setting, bloking, dekorasi yang masih sederhana ketika masa kepemimpinan Bapak Suwatno.



Pada masa kepemimpinan Bapak Budi Mukaryanto, setting, dekorasi, dan bloking sudah mulai tertata, meskipun waktu itu masih menggunakan penerangan petromaks.
 



Panjak dengan kesederhanaan. TamPak penoton sudah bubar karena pertunjukan selesai. Meskipun begitu, masih ada juga penonton yang menunggu hingga pertunjukan benar-benar selesai. Tidak namPak pada gambar gong sengganen



Komentar

Posting Komentar

wajib komen..

Postingan populer dari blog ini

Mencari Arya Penangsang bagian 3

Selamat dini hari, semoga tidak jenuh dengan postingan saya terkait babad Tanah Jawi khususnya tentang ketokohan Arya Penangsang. Saya tetap mengharapkan tanggapan anda dengan apa yang saya tulis.. entah koreksi maupun konfirmasi. Saya menghargai anda berapresiasi. Bismillah, saya mulai..... Latar belakang saya adalah seorang sarjana seni khususnya drama. Pada setiap pemeranan dalam sebuah lakon yang saya mainkan selalu detail mengamati tentang karakter. Ya termasuk psikologi, sosiologi dan sebagainya.. untuk itu tidak heran jika saya tidak menelan mentah2 karakter suatu tokoh tanpa mencari beberapa bukti dan sebab. Baik, langsung saja... kita akan membahas Bupati Jipang Panolan yang berwatak keras.. temperamental, penuh amarah dan pendendam.. okay.. berpuluh orang beranggapan ia adalah tokoh antagonis. Tidak jadi apa. Memang itulah yang sering kota baca dan kita lihat d kethoprak pada umumnya. Namun ketika saat ini saya menulis lakon Arya Penangsang Gugur, ada sebuah gelitikan yan

warta palastra

Kabeh ing donya iki digarisne karo Kang Kuwasa mesti gegandhengan, ora bisa pisah dadi ijen, dhewekan. ana ireng mesti ana putih ana apik ana ala susah - seneng lanang - wadon sugih - mlarat menang - kalah adoh - cedhak awan - wengi dawa - cendhek mulya - durja URIP - PATI وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۚ وَإِلَى اللَّهِ  تُرْجَعُ الْأُمُ ورُ "lan kabeh kagungane Gusti Alloh, sing ana ing bantala  (bumi) lan ing angkasa, samubarang kabeh bakal balik ing  ngarsane Gusti Alloh." كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ   " kabeh kang duweni sukma (nyawa) bakal  ngrasaake pati. Lan sejatine amung ing dina  kiyamat disampurnaake pahalamu. Lan sapa  wae sing diadohake klawan neraka lan den  lebokne ing swarga, mangka untu